Budi Utomo mendapatkan tingkatan perkembangan yang sangat penting pada saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Pada saat itu, Douwes Dekker yang seorang Indo-Belanda sangat pro terhadap perjuangan bangsa Indonesia, dengan mewujudkan kata “politik”. Berkat dampaknya tentang tanah air Indonesia, makin lama makin dapat diterima dan masuk ke dalam wawasan orang Jawa. Maka muncullah tiga serangkai yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker. Perkumpulan organisasi tersebut bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya merupakan “tanah, air, api dan udara” yakni Indonesia merupakan tanah air bersama. Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Kongres pertama Budi Utomo digelar di Kota Yogyakarta. Budi Utomo sudah mempunyai 7 cabang di beberapa kota yang tersebar di pulau jawa, antara lain Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya dan Ponorogo.
Pada kongres di Yogyakarta tersebut , diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo mantan bupati Karanganyar yang diangkat sebagai Presiden Budi Utomo yang pertama. Sejak dipimpin Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota baru Budi Utomo yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir dan anggota Budi Utomo saat itu banyak dari golongan priayi dan pegawai negeri. Dengan begitu, sifat protonasionalisme dari para pemimpin yang terlihat pada awal berdirinya Budi Utomo terpojok ke belakang. Strategi perjuangan Budi Utomo pada umumnya bersifat kooperatif.
Hasil Kongres I Budi Utomo di Yogyakarta, antara lain:
- Budi Utomo tidak berpolitik.
- Aktivitas Budi Utomo ditujukan pada bidang sosial, budaya dan pendidikan.
- Ruang gerak Budi Utomo terpusat hanya di Jawa dan Madura.
- Tirto Kusumo, Bupati Karanganyar, dipilih sebagai ketua Budi Utomo pusat.
Untuk mengejar ketinggalannya pada tahun 1912 saat Notodirjo menjadi ketua Budi Utomo menggantikan R.T. Notokusumo banyak usaha yang dijalankan untuk meningkatkan organisasi Budi Utomo. Karena pada saat itu sudah muncul organisasi-organisasi nasional lainnya, seperti Sarekat Islam (SI) dan tiga serangkai, hasilnya menjadi tidak begitu besar. Namun, Budi Utomo tetap memiliki andil yang besar dalam sejarah pergerakan nasional, yaitu sudah membuka jalan dan memprakarsai gerakan kebangsaan Indonesia.
Organisasi Sarekat Dagang Islam merupakan organisasi yang diganti namanya oleh Tcokroaminoto menjadi Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan tujuan untuk saling memberi bantuan dan dukungan, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan nasionalisme ini kemudian diambil alih oleh Sarekat Islam dan Tiga Serangkai karena dalam arena politik organisasi Budi Utomo memang belum berpengalaman. Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas.