Berdasarkan paparan di atas, terungkap bahwa struktur sebuah metafora dapat dibagi ke dalam tiga komponen: (1) konsep atau hal yang dibicarakan agar lebih dipahami (topik atau vehicle); (2) konsep yang sudah dipahami (citra atau tenor); dan (3) makna atau kualitas yang memperlihatkan persamaan antara citra dan topik (ground atau “titik kesamaan”). Dengan demikian, dalam contoh “Guru adalah matahari bangsa” di atas, “Guru” merupakan ‘topik”, “matahari” merupakan “citra”, dan “menerangi” dan “menghangatkan” merupakan “titik kesamaan”.
Ketiga komponen pembangun metafora tidak selalu disebutkan secara eksplisit. Adakalanya, salah satu dari ketiga bagian itu (topik, sebagian dari citra, atau titik kemiripan) dinyatakan secara implisit. Sehubungan dengan itu, Orrecchioni (dalam Zaimar, 2002: 48-49) membedakan metafora ke dalam dua jenis: metafora in praesentia, yang bersifat eksplisit dan metafora in absentia, yang bersifat implisit.
Dalam metafora “Tono adalah buaya darat”, misalnya, kedua unsur yang dibandingkan muncul–“Tono” sebagai vehicle dan “buaya darat” sebagai tenor). Sedangkan dalam metafora “Banyak pemuda yang ingin mempersunting mawar desa itu”, kata mawar dibandingkan secara in absentia dengan gadis.
Dalam konteks ini, “mawar” sebagai citra muncul, sedangkan “gadis” sebagai topik tidak muncul. Dengan demikian, terjadi perbandingan implisit. Untuk mengetahui titik kemiripan dalam metafora seperti ini, diperlukan pengetahuan tentang konteks tempat metafora tersebut digunakan, pemahaman terhadap makna ‘mawar’ dalam masyarakat penutur, dan unsur implisit lainnya.
Prosedur Mengidentifikasi Metafora
Pemahaman atas definisi, komponen, dan tipe metafora belum menjamin kemampuan mengidentifikasi keberadaan majas ini dalam wacana, apalagi bila wacana yang dianalisis merupakan korpus yang besar. Krennmayr (2011: 15-16) menegaskan bahwa pendekatan “I-know-it-when-I-see-it” atau intuitif tidak bisa diharapkan untuk menghasilkan identifikasi metafora yang akurat.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu prosedur yang terukur. Untuk menjawab kebuutuhan ini, kelompok Pragglejaz menyusun Metaphor Identification Procedure (MIP), yang dirancang secara khusus bagi para peneliti untuk mengenali metafora dalam bahasa lisan dan tulisan.
Prosedur ini bertujuan untuk menentukan apakah unit leksikal tertentu dalam wacana berperan sebagai metafora dengan melihat hubungan unit leksikal tersebut dalam wacana. Karena banyak kata yang berfungsi sebagai metafora dalam konteks yang berbeda, untuk menerapkan MIP diperlukan kemampuan untuk membedakan kata-kata yang menyampaikan makna metaforis dan yang tidak.
Secara terperinci, kelompok Pragglejaz (2007) merumuskan MIP sebagai berikut:
- Baca wacana secara menyeluruh untuk membangun pemahaman umum tentang maknanya.
- Tentukan unit leksikal dalam wacana:
(a) Untuk setiap unit leksikal dalam teks, lihat maknanya dalam konteks, yaitu, bagaimana makna itu berlaku sebagai suatu entitas, relasi, atau atribut dalam situasi yang ditimbulkan oleh teks (makna kontekstual). Perhitungkan apa yang datang sebelum dan setelah unit leksikal.(b) Untuk setiap unit leksikal, tentukan apakah unit itu memiliki makna kontemporer yang lebih mendasar dalam konteks lain daripada dalam konteks tersebut.
Dalam identifikasi metafora ini, makna dasar cenderung: (i) lebih nyata (apa yang diungkapkan lebih mudah dibayangkan, dilihat, didengar, diraba, dicium, dan dirasakan); (ii) terkait dengan tindakan fisik; (iii) Lebih tepat (tidak samar-samar); dan (iv) secara historis lebih tua.Makna dasar harus merupakan makna yang paling sering muncul dari unit leksikal tersebut.
(c) Jika unit leksikal memiliki makna kontemporer yang lebih mendasar dalam konteks lain dibandingkan dengan konteks yang ada, periksa apakah makna kontekstual berbeda dengan makna dasar tetapi dapat dimengerti melalui perbandingan dengan makna dasar tersebut.
Jika ya, tandai unit leksikal tersebut sebagai metafora.
Untuk membantu pemahaman terhadap MIP, kelompok Pragglejaz menyajikan kalimat pertama sebuah artikel berjudul “Sonia Gandhi stakes claim for top job with denunciation of Vajpayee” sebagai contoh. Kalimat tersebut berbunyi:
“For years, Sonia Gandhi has struggled to convince Indians that she is fit to wear the mantle of the political dynasty into which she married, let alone to become premier.” Berdasarkan pembacaan menyeluruh atas wacana tersebut (langkah 1) dipahami bahwa artikel itu membahas politik kontemporer di India, khususnya kontroversi mengenai peran Sonia Ghandi sebagai politisi.
Pada langkah ke-2, unit-unit leksikal kalimat tersebut diidentifikasi sebagai berikut: / For / years /, Sonia Gandhi / has / struggled / to / convince / Indians / that / she / is / fit / to /wear/ the / mantle / of / the / political / dynasty / into / which / she / married / let alone / to / become / premier /.
Selanjutnya, makna setiap unit leksikal diperiksa secara berurutan. Sebagai contoh, makna kontekstual preposisi “for” mengungkapkan durasi sebuah periode waktu. Makna dasar “for” bisa menyatakan pengenalan terhadap penerima suatu tindakan, seperti dalam kalimat “I’ve brought a cup of tea for you.”
Inilah makna utama “for” yang disajikan dalam kamus. Makna kontekstual yang ditemukan di atas berbeda dengan makna dasar. Namun makna kontekstual tidak bisa dipahami melalui perbandingan dengan makna dasar tersebut. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa preposisi “for” bukanlah sebuah metafora (langkah ke-4).
Hal yang sama ditemukan pada kata “years’, ‘Sonia Gandhi” dan “has’. Ketiganya bukan merupakan metafora. Namun hasil berbeda ditemukan pada kata “struggled”. Dalam wacana ini, kata “struggled” mengindikasikan upaya, kesulitan, dan kendala dalam mencapai suatu tujuan, yaitu merubah pandangan dan sikap negatif orang lain.
Penelusuran di kamus mengungkapkan bahwa makna dasar verba “struggled” adalah ‘menggunakan kekuatan fisik terhadap sesuatu atau seseorang. Terlihat bahwa makna kontekstual berbeda dengan makna dasar, dan makna kontekstual tersebut dapat dipahami melalui perbandingannya dengan makna dasar. Makna berbentuk upaya, kesulitan, perlawanan dan konflik psikis dapat dipahami melalui makna berbentuk upaya, kesulitan, perlawanan dan konflik fisik. Dengan demikian, kata “struggled” dalam wacana ini merupakan metafora.
Melalui penerapan MIP pada kalimat di atas, ditemukan bahwa enam dari seluruh 27 unit leksikal yang ada merupakan metafora, yakni :
“struggled”, “fit”, “wear”, “mantle”, “dynasty” dan “into”.